Dimuat di Harian Haluan Jumat, 30 May 2014 |
Indonesia merupakan negara terbesar keempat di dunia berdasarkan luas wilayahnya yang memiliki kekayaan alam yang tak terhitung nilainya. Orang bilang tanah kita tanah surga. Sudah lebih dari 67 tahun Indonesia merdeka semenjak diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia oleh proklamator kita pada tanggal 17 Agustus 1945. Selama itu pula pemimpin-pemimpin negeri ini berjuang untuk menjadikan Indonesia negara yang berdaya.
Namun apa yang kita rasakan saat ini tidaklah sebijak apa yang seharusnya telah dicapai oleh negara setua ini.
Dalam umur Indonesia yang sudah terbilang tua ini, sebaiknya kita kembali mempertanyakan apakah saat ini Indonesia sudah benar-benar merdeka dan berdaulat sepenuhnya? Amien Rais mengatakan, dalam bukunya “Selamatkan Indonesia!”, kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia saat ini masih semu, dan belum kita miliki sepenuhnya. Sebagai negara yang pernah dijajah, Indonesia saat ini masih mengalami penjajahan dengan bentuk dan format yang berbeda. Indonesia sudah menjadi korban arus globalisasi barat yang tak terbendung masuknya, menyebabkan bangsa ini tetap tergantung dan menggantungkan diri pada kekuatan asing dalam banyak hal. Sebagai bangsa kita telah kehilangan kemandirian, dan sampai batas yang cukup jauh, kita juga sudah kehilangan kedaulatan ekonomi.1
Kemerdekaan Indonesia ini diperjuangkan oleh orang-orang hebat. Kemerdekaan yang diperjuangkan itu tidak hanya merupakan hasil jerih payah pahlawan pada tahun 40’an, tapi juga merupakan akumulasi semangat kemerdekaan yang diwariskan oleh para pahlawan selama 350 tahun sebelumnya. Namun, sejak 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka sampai sekarang, saya rasa yang pantas disebut zaman kemerdekaan itu hanya selama zaman pemerintahan Soekarno-Hatta dan kawan-kawan. Setelah itu tidak ada lagi kemerdekaan. Indonesia seolah menyerahkan kemerdekaan Indonesia kepada lintah darat dunia IMF, World Bank, dan WTO (World Trade Organization) yang merupakan tiga institusi pilar penopang globalisasi dunia. Ketiga institusi ini dengan lihainya memainkan globalisasi sebagai proses pemiskinan kaum melarat dunia dan pengayaan kaum kaya.
Dengan memberikan investasi, mengatur ekonomi dan aliran pasar modal, Indonesia menjadi salah satu korban kebiadaban mereka. Memang benar, pada zaman orde baru kita membangun negeri kita, memajukan pendidikan, dan sumber daya manusia dan sumber daya manusia lainnya. Namun di balik itu semua kita dinaungi bayang-bayang gelap yang merenggut kemandirian kita sebagai bangsa. Ketika mereka menagih utangnya kita tidak bisa melalukan apa-apa. Apa yang bisa dilakukan Indonesia kemudian? Tentu saja menjual apasaja yang dimilikinya demi menutupi utang itu. Kita lihat saja, pada saat ini yang menguasai sebagian besar sumber daya alam Indonesia yang bonafit seperti pertambangan dan perminyakan bukan Indonesia. Lihat siapakah yang memiliki 6 dari 10 perbankan yang ada di negeri yang kita cintai ini? bukan Indonesia. Pertanyaan terakhir, jadi milik siapakah Indonesia ini sekarang? Apakah Indonesia ini masih milik rakyat Indonesia? Apakah masih pantas kita disebut sebagai negara yang merdeka? Indonesia saat ini seperti seseorang yang punya rumah yang sibuk memperindah pagar rumahnya sementara membiarkan siapa saja mengambil yang terdapat dalam rumah tersebut.
Bukan bermaksud untuk menyebarkan pesimisme terhadap Indonesia, Tapi inilah fakta yang sedang kita hadapi saat ini. Semoga saja masih ada harapan dan optimisme untuk membangun kembali Indonesia ini. Bukan tidak mungkin Indonesia kelak menjadi negara yang mandiri. Masalahnya bukan seberapa besar masalah yang kita miliki, namun seberapa besar jiwa kita untuk menghadapi masalah tersebut.
Dalam keadaan Indonesia yang kritis seperti ini, Indonesia dihadapkan pada dua pilihan. Membiarkan bangsa ini terus menderita sampai mati, atau membangkitkan kembali semangat perjuangan rakyat Indonesia dan memberikan solusi tepat yang dapat membangun Indonesia agar lebih baik lagi kedepannya.
Kedua pilihan ini ditujukan kepada para pemuda Indonesia yang merupakan aset terbesar bangsa dalam pembangunan negeri. Melalui tangan-tangan dan pikiran para pemuda Indonesia, kelak Indonesia akan menjadi negara yang berjaya di mata dunia. Begitu berharganya seorang pemuda menurut Ir. Soekarno, Proklamator sekaligus presiden pertama Indonesia, “Berikan aku 10 orang pemuda, maka aku akan menggoncang dunia”. Maka ketika pemuda saat ini bersikap acuh tak acuh tehadap keadaan negara saat ini dan lebih menikmati arus globalisasi yang membabibuta, secara otomatis pilihan pertamalah yang kita ambil. Mari bersama kita saksikan bagaimana negeri ini akan mati secara perlahan. Namun, apabila sepuluh orang pemuda saja sudah sadar, seperti yang dikatakan Soekarno, sesungguhnya itu sudah cukup untuk mulai menggoncangkan dunia. Sekarang pertanyaannya, apakah pemuda Indonesia sudah termasuk kategori sepuluh pemuda yang akan menggoncangkan dunia ini? Hanya anda yang mampu menjawabnya.
Wajah Indonesia saat ini, merupakan cerminan para intelektual yang berkiprah di Indonesia, lebih khususnya lagi pemudanya. Para intelektual dan pemuda Indonesia sebagian besar berasal dari kalangan mahasiswa. Maka sebagai mahasiswa kita mempunyai tanggung jawab besar dalam mengatasi permasalahan negara ini. Bisa jadi keadaan Indonesia saat ini merupakan cerminan dari rakyat, termasuk mahasiswanya, yang berkiprah di Indonesia. Untuk membuat keadaan Indonesia yang berbeda kita harus melakukan sesuatu yang berbeda pula untuk membangun negeri ini. Mari kita memantaskan diri menjadi manusia yang mandiri. Hal ini akan tercermin pula sebagai wajah baru Indonesia. Mulai dari diri sendiri, kemudian sebarkan kepada orang lain. Ketika sudah semakin banyak yang menyadari keadaan seperti ini dan memantaskan diri untuk perubahan Indonesia yang lebih baik, maka kejayaan Indonesia akan semakin dekat.
Ayo bersama-sama kita rebut kembali kemerdekaan Indonesia!
IBNU JHARKASIH
@ibnujharkasih
(Kepala Departemen Seni dan Budaya Unit Pencinta Budaya Minangkabau 2012)
No comments:
Post a Comment